Setelah kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Indonesia kembali berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang terancam direbut kembali oleh Belanda. Hal ini membuat 4 sekawan pejuang yang tersisa dari Sekolah Tentara Rakyat, Letnan Amir, Thomas, Dayan, dan Marius, harus kembali berjuang untuk menyelamatkan Indonesia.
Setelah mereka menghancurkan mobil pengirim persedian bahan bakar milik Belanda dan menyandra pimpinannya, Mayor Van Gaartner, keempat kadet yang dipimpin oleh Amir yang baru saja mendapat pangkat letnan dari Sekolah Tentara Rakyat yg dikisarkan daerah Jawa Tengah itu, menyerang tempat penyandraan yang menyandra teman mereka Senja dan istri Letnan Amir, Melati.
Setelah melakukan hal tersebut, mereka bersembunyi di hutan. Dihutan, mereka bertemu pasukan Sersan Yanto yang merupakan bagian dari Tentara Republik. Mereka berenam (Letnan. Amir, Thomas, Dayan, Marius, Senja, dan Melati) dibawa ke camp Tentara Republik.
Di camp tentara Republik, Letnan Amir diangkat menjadi Kapten dan dipercaya memimpin pasukan untuk menyerang pangkalan udara.
Itulah sedikit cerita dari film Merah Putih II: Darah Garuda yang disutradarai oleh Yadi Sugandi. Film yang dibintangi aktor-aktor kelas atas Indonesia seperti Lukman Sardi, dan Rudi Wowor ini menyita perhatian masyarakat Indonesia, khususnya pecinta film Indonesia. Film yang menjadi sekuel kedua dari trilogi merdeka ini, menyajikan adegan-adegan peledakan lebih dahsyat dari sebelumnya.
Saya menonton film ini bersama 3 teman saya, Roro, Shabrina, Wina, dan 2 temannya teman saya yang sekarang juga menjadi teman saya, Nila dan Rian, di bioskop Metropole XXI. Kami duduk di baris E. Saya duduk di E 6 (cause I love 6), di E5 ada Roro, E7 Shabrina, E8 Rian, E9 Nila, dan E10 Wina. Karna saking serunya film ini, tangan Shabrina dan Roro habis ku bejek-bejek. Tapi film ini memang patut diacungi jempol. Ditengah film Indonesia yang isinya cuma ‘esek-esek’ nggak jelas, film ini memberi kesan yang baik bersama film ‘Sang Pencerah’ yang waktu rilisnya berdekatan.
Semoga saja film ini menyadarkan sutradara dan produser film ‘esek-esek’ agar tidak lagi sering membuat film yang tidak bermutu.
Salam film Indonesia :)